BANDUNG – Terbongkarnya kasus penjualan bayi ke Singapura, berawal dari kasus penipuan. Tersangka AF, perempuan warga Kabupaten Bandung, menjanjikan uang Rp 10 juta kepada pelapor atau orangtua bayi.
Namun, setelah bayi diserahkan, uang yang dijanjikan urung diterima. Dari pelaporan orangtua bayi, terkuak sebanyak 13 tersangka yang memiliki peran berbeda-beda.
Kabid Humas Polda Jabar Hendra Rochmawan membeberkan modus operandinya. Tersangka AF menghubungi orangtua bayi, yang mengiklankan bayi yang masih dalam kandungan di Grup Adopsi Harapan Amanah.
Setelah berkomunikasi di media sosial, Facebook, itu, keduanya sepakat untuk bertemu. “Tersangka AF merupakan perekrut jaringan penjualan bayi. Mengaku bahwa bayi yang akan diadopsinya akan dirawat bersama suami,” ujar Hendra, Kamis 17 Juli 2025.
Akhirnya, disepakati harga Rp 10 juta. Ketika bayi lahir, tersangka memberikan uang sebesar Rp 600.000 untuk ongkos ke bidan saat akan persalinan. Sisanya, akan diberikan keesokan hari, sekaligus memberikan KTP dan KK milik tersangka.
“Tersangka membawa anak pelapor, akan tetapi sampai keesokan harinya, tersangka tidak kunjung datang,” jelas Hendra.
Fakta penyidikan, ujar Hendra, tersangka AF sudah melakukan tindak pidana perdagangan sejak tahun 2023. “Tersangka sudah melakukan perdagangan bayi, kurang lebih 25 orang. Dan melakukan perekrutan bayi-bayi tersebut sejak dalam kandungan,” beber Hendra.
Hendra menjelaskan, bayi-bayi yang baru lahir tersebut, oleh tersangka AF diserahkan kepada penampung bayi. Yakni tersangka M, Y, W dan J. Keempatnya sudah ditahan.
Pengakuan para tersangka, bayi-bayi tersebut dirawat oleh tersangka YN. Imbalan yang diterima pengasuh Rp 2,5 juta. Ditambah Rp 1 juta untuk keperluan bayi.
Tersangka lainnya, L berperan mengatur penyaluran bayi. “Setelah berusia 2 sampai 3 bulan atau sesuai dengan permintaan tersangka L, bayi-bayi tersebut dikirim YN ke Jakarta,” jelasnya.
Selanjutnya, tersangka L memindahkan bayi-bayi itu ke Pontianak, untuk dibuatkan dokumen yang berkaitan dengan jati diri bayi, akte dan paspor.
“Selama berada di Pontianak, bayi-bayi tersebut diasuh oleh beberapa pengasuh, yang berada di bawah kendali tersangka S dan tersangka L,” katanya.
Kata Hendra, tersangka S juga berperan mencarikan orangtua kandung palsu untuk bayi. Yakni, memasukan identitas bayi pada kartu keluarga (KK) orangtua palsu.
“Orang tua palsu mendapatkan imbalan antara Rp 5-6 juta. Kemudian, bayi-bayi tersebut diadopsi secara ilegal di negara Singapura,” jelas Hendra.
Saat ini, L masih buron bersama dua tersangka lainnya, yakni NY dan YT. “Ancaman hukuman bagi para tersangka, 15 tahun penjara,” ujar Hendra.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Surawan mengatakan, dari 25 kasus penjualan bayi, baru satu orang yang melapor.
“Motifnya ekonomi. Tapi kita akan menelusuri dari para tersangka, siapa saja orang tua bayi. Apa motifnya. Ini kan keterangan baru dari satu orangtua bayi,” jelas Surawan.
Para orangtua bayi juga berpotensi menjadi tersangka, jika motifnya mencari keuntungan. “Bisa jadi, para orangtua ini terlibat dalam sindikat perdagangan manusia. Juga terkena undang-undang perlindungan anak,” jeras Surawan.
Pihaknya masih akan menelusuri lebih lanjut. Diperlukan waktu cukup panjang untuk membongkar secara keseluruhan. “Kita masih perlu penyelidikan. Perlu penggeledahan ulang untuk mendapatkan dokumen. emudian juga dokumen paspor para tersangka akan kita cocokkan. Teliti satu per satu, nanti kapan dia ke luar negerinya, bersama siapa, nanti kita cek. Buka manifest segala macam,” beber Surawan. (red)